Kematian 18 tentara Filipina
saat bertempur melawan milisi Abu Sayyaf berbuntut panjang, banyak pihak yang
merasa negara yang dipimpin Benigno Aquino III itu tak becus dalam menghadapi
terorisme. Padahal, mereka sudah mendapatkan bantuan dana untuk pelatihan dan
uang jutaan dolar selama 15 tahun.
Pengamat keamanan Asia Tenggara, Zachary Abuza memandang Filipina tak bisa menggunakan dengan baik bantuan yang mereka terima dari AS. Apalagi dalam menghadapi Abu Sayyaf yang dilengkapi persenjataan cukup lengkap.
"Saya rasa (program bantuan AS) benar-benar buang uang dan investasi yang buruk: USD 50 juta (atau Rp 656 miliar) per tahun sejak 2002 dengan hasil yang kecil," kata akademisi dari US National War College di Washington, demikian dikutip dari The Washington Street Journal, Senin (11/4).
Sementara, pejabat di Pentagon enggan mengomentari pandangan tersebut.
Sejak 2002 sampai 2013 lalu, AS telah mengucurkan dana bantuan keamanan hingga mencapai USD 441 juta atau sebesar Rp 5,39 triliun. Sebagian besar dana itu digunakan untuk memperkuat unit militer antiteroris. Bahkan AS sampai menerjunkan sejumlah pasukannya ke selatan Filipina untuk membantu mereka menghadapi Abu Sayyaf dan militan Islam lainnya.
Seperti diketahui, dalam pertempuran yang berlangsung selama 10 jam, Sabtu (9/4) kemarin tak hanya menewaskan belasan prajurit, di mana empat di antaranya digorok militan, tapi juga menyebabkan 52 tentara lainnya mengalami luka-luka. Peristiwa itu berlangsung saat mereka dalam perjalanan menuju medan pertempuran, dan disergap oleh ratusan anggota Abu Sayyaf.
Sedangkan korban dari pihak militan hanya berjumlah lima orang dalam baku tembak yang terjadi di Pulau Basilan, berjarak sekitar 550 mil di selatan Manila. Salah satu militan yang tewas adalah seorang warga asing asal Maroko bernama Mohammad Khattab, dia diketahui instruktur pembuat bom.
Pengamat keamanan Asia Tenggara, Zachary Abuza memandang Filipina tak bisa menggunakan dengan baik bantuan yang mereka terima dari AS. Apalagi dalam menghadapi Abu Sayyaf yang dilengkapi persenjataan cukup lengkap.
"Saya rasa (program bantuan AS) benar-benar buang uang dan investasi yang buruk: USD 50 juta (atau Rp 656 miliar) per tahun sejak 2002 dengan hasil yang kecil," kata akademisi dari US National War College di Washington, demikian dikutip dari The Washington Street Journal, Senin (11/4).
Sementara, pejabat di Pentagon enggan mengomentari pandangan tersebut.
Sejak 2002 sampai 2013 lalu, AS telah mengucurkan dana bantuan keamanan hingga mencapai USD 441 juta atau sebesar Rp 5,39 triliun. Sebagian besar dana itu digunakan untuk memperkuat unit militer antiteroris. Bahkan AS sampai menerjunkan sejumlah pasukannya ke selatan Filipina untuk membantu mereka menghadapi Abu Sayyaf dan militan Islam lainnya.
Seperti diketahui, dalam pertempuran yang berlangsung selama 10 jam, Sabtu (9/4) kemarin tak hanya menewaskan belasan prajurit, di mana empat di antaranya digorok militan, tapi juga menyebabkan 52 tentara lainnya mengalami luka-luka. Peristiwa itu berlangsung saat mereka dalam perjalanan menuju medan pertempuran, dan disergap oleh ratusan anggota Abu Sayyaf.
Sedangkan korban dari pihak militan hanya berjumlah lima orang dalam baku tembak yang terjadi di Pulau Basilan, berjarak sekitar 550 mil di selatan Manila. Salah satu militan yang tewas adalah seorang warga asing asal Maroko bernama Mohammad Khattab, dia diketahui instruktur pembuat bom.