Dua jenderal Filipina mengkritik
habis-habisan pihak Komando Mindanao Barat atas pembantaian 18 tentara Filipina
oleh kelompok Abu Sayyaf di Basilan. Salah satu penyebab kerugian fatal yang
dialami Filipina itu karena kurangnya pengalaman pihak militer Filipina.
Dua jenderal itu meminta dilakukan penyelidikan dan pejabat militer terkait harus bertanggung jawab.
”Apa yang terjadi adalah kegagalan kepemimpinan dari atas ke bawah karena kurangnya pengalaman, kegagalan intelijen dan kegagalan perencanaan yang realistis untuk menyertakan perencanaan misi cerdas,” kata seorang jenderal Filipina, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, seperti dikutip Inquirer, Selasa (12/4/2016).
Dia mengatakan brigade hingga Komando Mindanao Barat harus bertanggung jawab.Jenderal Filipina lain yang juga berbicara dengan syarat anonim, menyalahkan kepala militer regional atas kerugian besar dalam perang sekitar 10 jam pada Sabtu pekan lalu. Dalam perang itu, hanya lima militan Abu Sayyaf yang tewas atau jauh lebih kecil dari jumlah tentara Filipina yang tewas, yakni 18 orang.
Menurut jenderal Filipina itu, kepala militer regional, Mayor Jenderal Mayoralgo del Cruz, menjalankan manajamen mikro dengan mengorbankan nyawa prajurit.
“Dia merencanakannya. Dia bahkan pergi ke markas batalion sebelum pasukanbertindak. Ini super micromanagement, seorang jenderal bintang tiga yang ingin melakukan pekerjaan Letnan Dua,” ujarnya.
Operasi militer Filipina terhadap Abu Sayyaf yang dimulai Sabtu pekan lalu diluncurkan setelah maraknya penculikan warga asing, termasuk 10 warga negara Indonesia (WNI). Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Lestari Priansari Marsudi, memastikan 10 WNI tidak berada di lokasi kontak senjata militer Filipina dan Abu Sayyaf.”Ke-10 WNI dalam kondisi baik,” kata Retno.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina (AFP), Jenderal Hernando Iriberri, mengatakan bahwa terlalu dini untuk menyerukan penyelidikan. ”Saat kita berbicara, operasi sedang berlangsung di Basilan,” katanya.
Dua jenderal itu meminta dilakukan penyelidikan dan pejabat militer terkait harus bertanggung jawab.
”Apa yang terjadi adalah kegagalan kepemimpinan dari atas ke bawah karena kurangnya pengalaman, kegagalan intelijen dan kegagalan perencanaan yang realistis untuk menyertakan perencanaan misi cerdas,” kata seorang jenderal Filipina, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, seperti dikutip Inquirer, Selasa (12/4/2016).
Dia mengatakan brigade hingga Komando Mindanao Barat harus bertanggung jawab.Jenderal Filipina lain yang juga berbicara dengan syarat anonim, menyalahkan kepala militer regional atas kerugian besar dalam perang sekitar 10 jam pada Sabtu pekan lalu. Dalam perang itu, hanya lima militan Abu Sayyaf yang tewas atau jauh lebih kecil dari jumlah tentara Filipina yang tewas, yakni 18 orang.
Menurut jenderal Filipina itu, kepala militer regional, Mayor Jenderal Mayoralgo del Cruz, menjalankan manajamen mikro dengan mengorbankan nyawa prajurit.
“Dia merencanakannya. Dia bahkan pergi ke markas batalion sebelum pasukanbertindak. Ini super micromanagement, seorang jenderal bintang tiga yang ingin melakukan pekerjaan Letnan Dua,” ujarnya.
Operasi militer Filipina terhadap Abu Sayyaf yang dimulai Sabtu pekan lalu diluncurkan setelah maraknya penculikan warga asing, termasuk 10 warga negara Indonesia (WNI). Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Lestari Priansari Marsudi, memastikan 10 WNI tidak berada di lokasi kontak senjata militer Filipina dan Abu Sayyaf.”Ke-10 WNI dalam kondisi baik,” kata Retno.
Sebelumnya, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina (AFP), Jenderal Hernando Iriberri, mengatakan bahwa terlalu dini untuk menyerukan penyelidikan. ”Saat kita berbicara, operasi sedang berlangsung di Basilan,” katanya.